Dapat Cuan Rp200 Juta Sekali Panen, Petani Kakao di Bonehau : Ini Berkat 30 Tahun Kami Tekuni Kakao

Patani Kakao, Desa Tamalea, Kecamatan Bonehau, Kabupaten Memuju, Yusup. Foto:duk.pena.

Mamuju,ps – Pasangan suami istri Yusup dan Ariati merupakan sosok petani kakao asal Kecamatan Bonehau Kabupaten Mamuju yang tergolong petani sukses.

Mereka berhasil mendapatkan cuan hingga Rp200 juta dalam sekali panen kakao miliknya.

Dari hasil penjualan biji kakaonya, Yusup bisa menyekolahkan anaknya sampai ke negeri Cina.

Puluhan karung biji kakao milik Yusup yang baru saja dipanen.

Berikut kisa perjuangan Yusup dan Ariati menjadi petani Kakao yang sukses,

Yusup memulai menekuni berkebun kakao sejak tahun 1999 usai menikah dengan Ariati. Sejak saat itu, Yusup memilih membangun rumah kecil dikebun menjadi tempat tinggal.

Meskipun ia memiliki tanah kapling di pinggir jalan Poros Salubatu-Kalumpang, namun Yusup dan Ariati memilih membangun rumah di tengah kebun.

Alasanya, agar bisa lebih fokus berkebun. “Kalau rumah dipinggir jalan saat bangun pagi kita hanya memandang kendaraan lalulalang sementara kalau kita tinggal di kebun setiap bagun pagi kita langsung memandang tanaman kakao dan bisa lebih fokus bekerja,” ucap Ariati, saat ditemui di Kebunnya, dusun Sarurruk, Dasa Bonehau, Kecamatan Bonehau pada Senin (3/6/2024).

Dengan prinsip kerja keras dan tekun Yusup dan Ariati mulai menanam coklat (Kakao) dengan jumlah yang lumayan banyak. Mereka menggarap lahan seluas lima Hektare (Ha) dengan menanam kakao sebanyak 5.000 pohon.

Yusup bercerita, ditahun 1999 harga biji kakao hanya pada kisaran Rp3.500 per Kg, namun tidak meruntuhkan semangatnya untuk tetap konsisten menanam kakao dalam jumlah yang banyak.

Dengan prinsip hidup “hari ini kita jalan kaki, besok kita naik sepeda, lusa kita naik motor” Yusup dan Ariati berjuang merawat kakao miliknya dengan segala keterbatasan. Maklum kala itu, semua serba susah karena Indonesia sedang berada pada masa transisi pasca Reformasi.

“Dulu sekitar tahun 1999, harga kakao hanya Rp3.500 per Kg. Tetapi kami tidak terpengaruh dengan harga kala itu, yang ada dibenak kami meskipun harga murah tapi kita punya hasil banyak maka uangnya pasti banyak juga,” ucap Yusup sambil tersenyum memandang kakao yang memagari rumahnya.

Waktu pun terus berganti, kondisi pemerintahan pasca Reformasi kian membaik. Antara tahun 2009 hingga 2013, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perkebunan meluncurkan Program Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (Gernas Kakao).

Maka saat itu, kebun kakao milik Yusup menjadi salah kebun basis percontohan Program Gernas kakao dengan cara sambung samping.

Sambung samping tanaman kakao adalah teknik menyambungkan batang atas (entres) yang diperoleh dari tanaman induk unggul ke batang bawah tanaman kakao yang memiliki produktifitas rendah. Dari hasil program Gernas itu, Produksi kakao Yusup terus meningkat.

Suasana di kebun Kakao milik Yusup saat panen.

Tetap Bertekun, Meski Banyak Petani Meninggalkan Kakao.

Beberapa Tahun setelah program Gernas, banyak petani mulai meninggalkan kakao dan memilih tanaman lain seperti, jagung, nilam dan kelapa sawit. Hal itu terjadi, karena perawatan kakao semakin sulit, hama tak bisa lagi dikendalikan hingga buah kakao rusak bahkan pohon kakao ada yang mati pucuk.

Meski demikian, Yusup tetap bertahan merawat kebun kakaonya. Ia bercerita, saat itu dia juga sempat tergiur menanam sawit dengan menebang kakao miliknya.

“Saya sempat terpengaruh tanam sawit pak tetapi karena sangat mencintai kakao jadi saya tidak sampai hati mau tebang, jadi saya biarkan saja selama beberapa tahun dengan hanya dibersihkan rumputnya,” kata Yusup.

Yusup mulai tersenyum saat harga kakao “terbang” Pada awal tahun 2024. Yusup bersama istri akhirnya menikmati hasil ketekunannya dengan meraut cuan hingga ratusan juta rupiah.

“Puji Tuhan pak, kemarin pas puncak musim, kami panen 50 karung dan hasilnya 1,5 ton dengan total uangnya Rp200 juta ada lebih sedikit,”ucap Yusup.

Lanjut dikatakan, dari hasil penjualan Kakaonya, Yusup bisa menyekolahkan empat orang anak ke berbagai pergirian tinggi berkelas di Indonesia bahkan sampai ke negeri Cina.

Selain itu, Yusup bersama istri juga menginvestasikan uangnya dengan membeli lahan baru untuk perluasan penanaman kakao.

“Anak saya sudah lulus masuk salah satu kampus di Cina dan sekarng sedang belajar bahasa mandaring jika Tuhan berkenan satu dua bulan kedepan akan berangkat ke Cina,”pungkasnya.

Ia berpesan kepada para petani, agar bisa fokus pada satu janis usaha pertanian demi mendapatkan hasil yang maksimal.

“Pengalaman kami, kalau bekerja itu harus fokus dan jangan cepat puas. Tekuni satu komoditi dan kerjakan dengan jumlah yang besar pasti hasilnya juga besar. Ini saya cerita karena kami sudah jalani. Selama 30 tahun kami menekuni kakao ada dukanya tapi kita tetap konsisten dan pada akhirnya harga naik kami pun tersenyum menikmati hasil dari sebuah ketekunan,” Kunci Ariati.

(NSP)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *