Angka Penderita Stunting Meninggi, Ini Aksi Nyata Dinkes Mamasa

Kadis Kesehatan Kabupaten Mamasa, Dr. Hajai S. Tanga. 

Mamasa,Penasulbar.co.id – Pemerintah Kabupaten Mamasa terus berupaya menekan tingginya  prevalensi penderita Stunting. Upaya itu dilakukan seiring dengan tingginya angka penderita stunting di Sulbar dan Mamasa menempati peringkat ke- 2 setelah Kabupaten Polman.

Tingginya angka penderita stunting didaerah tersebut mendapat perhatian serius dari Pemerintah Daerah (Pemda).

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mamasa, dr. Hajai S. Tanga mengatakan, Pemda Mamasa telah melakukan upaya nyata guna menekan tingginya angka penderita stunting.

Ia menjelaskan, konvergensi penurunan stunting dilakukan dalam delapan tahapan. Saat ini pihaknya telah menuntaskan tiga tahapan diantaranya, pendataan ulang jumlah penderita stunting, membuat perencanaan dan rembuk stanting dengan menghadirkan sejumlah praktisi.

“Pemda Mamasa sangat serius menangani masalah stunting. Kita sudah lakukan sejumlah langka kongkrit dengan mendata ulang jumlah penderita kemudian kita lakukan perencanaan penanganan lalu menggelar rembuk stunting bersama para praktisi,” tutur Hajai.

Lanjut ia mengatakan, secara teknis pihaknya telah membuat kerjasama dengan Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar dalam rangka pendampingan program.

Selain kerja sama UNHAS, Pemda juga sedang merencanakan kerja sama dengan Vitamin angels, NJO asal Amerika yang konsen dibidang gizi.

“Kita kerja sama dengan UNHAS untuk mendampingi kita dalam menjalankan program. Dari kerjasama itu, kita berencana membuat MOU dengan vitamin angels untuk mensuplai kapsul tambah darah bagi wanita subur dan ibu hamil,” Kata Hajai

Dia juga memaparkan, hasil dari aksi konvergensi penurunan stunting yang dilakukan saat ini akan dilihat hasilnya setelah lima tahun yang akan datang.

“Kita butuh waktu sekurang-kurang 5 Tahun untuk mengukur keberhasilan program yang dilakukan. Menangani masalah stunting tidak sama mengerjakan jalan. Dikerjakan hari ini besok dilihat hasilnya,” terang

Menurutnya, untuk menuntaskan permasalahan stunting di Mamasa, dibutuhkan keterlibatan semua stakeholder.

“Kita harapkan sinerjitas semua pemangku kepentingan. Ini permasalahan yang harus ditangani secara bersama-sama tidak cukup hanya Dinkes,” pungkasnya.

Untuk diketahui, stunting adalah kondisi di mana anak memiliki tinggi badan yang lebih rendah dari tinggi badan standar usianya. Kondisi ini mengakibatkan tidak berkembangnya otak pada penderita, sehingga berdampak pada kualitas kecerdasan Sumber Daya Manusia dimasa yang akan datang.

Stunting disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya, gizi buruk dan kurangnya kontrol frekuensi makan pada bayi.

Data Riset Kesehatan Nasional (Riskesdas) 2018 menunjukkan, 30,8 persen balita di Indonesia mengalami stunting. Angka ini turun jika dibandingkan data Riskesdas 2013, yakni 37,2 persen.

Meskipun ada penurunan dari Tahun 2013, tetapi Angka ini masih jauh dari target Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni 20 persen.

Ambang batas prevalensi stunting dari WHO mengategorikan angka stunting 20 sampai kurang dari 30 persen sebagai tinggi, dan lebih dari atau sama dengan 30 persen sangat tinggi. Indonesia tidak sendiri. Ada 44 negara lain dalam kategori angka stunting sangat tinggi.

WHO juga mencatat, 60 dari 134 negara masih memiliki tingkat stunting di bawah standar 20 persen. Padahal, stunting adalah indikator kunci kesejahteraan anak secara keseluruhan. Negara-negara dengan angka stunting tinggi merefleksi ketidaksetaraan sosial di dalamnya.

WHO menjadikan stunting sebagai fokus Global Nutrition Targets untuk 2025, juga Sustainable Development Goals untuk 2030. (Ns-01).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *